Anggaran Terbatas Menghambat Proyek, Warga Bengkulu Ancam Nyawa di Jalanan Rusak


BENGKULU, Dexa

– Penduduk di beberapa daerah di Provinsi Bengkulu tetap harus menempuh rute yang sangat sulit setiap hari karena kurangnya fasilitas jalan dan jembatan. Di samping itu, proyek pembangunan sering kali tertunda dikarenakan pertimbangan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.

Kepala Desa Penanding dari Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, Tusim, mengatakan bahwa jembatan penting di wilayahnya sudah rusak sejak tahun 2020 karena terdampak banjir besar. Jembatan berukuran panjang 60 meter ini memudahkan akses bagi ribuan penduduk menuju perkebunan kelapa sawit, getah karet, dan biji kopi namun sampai saat ini masih belum mendapat reparasi.

“Mulai dari keruntuhan jembatan, penduduk terpaksa menggunakan perahu layar berbayar. Pada masa banjir, aliran sungai menjadi sangat deras. Dua wanita sudah hilang ketika menyeberangkan kelapa sawit di sungai tersebut,” ungkap Tusim baru-baru ini.

Jembatan itu pun dimanfaatkan oleh para pelajar sekolah. Mereka harus menggunakan rakit setiap harinya dengan menghadapi bahaya yang cukup besar bagi keselamatan mereka.

“Pada saat muncul air laut yang meluap, para pelajar pun perlu berhati-hati karena hal ini dapat menjadi sangat berbahaya,” jelasnya.

Pihak pemerintahan lokal pernah mengungkapkan jika jembatan tersebut direncanakan untuk ditingkatkan kualitasnya di tahun 2024. Sayangnya, impian masyarakat pun sirna usai pengadaan konstruksinya tertunda akibat adanya penyesuaian alokasi keuangan dari tingkat nasional demi tujuan efisiensi.

“Tahun 2024 direncanakan pembangunan jembatannya, tetapi terhenti akibat penghematan biaya,” kata Tusim.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perencanaan Tata Ruang (PUPR) Kabupaten Bengkulu Tengah, Febrian Fatahillah mengungkapkan bahwa pembangunan Jembatan Penanding memerlukan dana kurang lebih senilai Rp 16,7 miliar.

Dia mengatakan bahwa proposal untuk perbaikan sudah dikirim ke Kementerian PUPR lewat anggaran Inpres, tetapi hingga kini belum terlaksana.

“Pembangunan awalnya mendapat persetujuan tetapi ditahan karena masalah efisiensi. Kami masih berusaha sama-sama dengan bupati,” ujar Febrian.

Bupati Bengkulu Tengah, Rachmat Riyanto, menyatakan hal yang sama. Menurut dia, terdapat empat jembatan yang dimasukkan dalam usulan dana Inpres tetapi semua prosesnya ditangguhkan, yaitu Jembatan Penanding, Taba Pasemah, Tanjung Raman, serta Raja Besi.

“Surat permohonan telah dikirimkan kepada pihak berwenang. Tetapi akibat dari pertimbangan efisiensi, proyek tersebut sementara ditahan. Kepala Dinas PUPR tetap dalam proses negosiasi,” jelas Rachmat.

Di sisi lain, di Kabupaten Kaur, penduduk desa Sinar Mulia, kecamatan Maje, terpaksa menggendong jenasah mereka selama enam kilometer karena kurangnya fasilitas jalan yang layak.

Insiden tersebut terjadi pada hari Rabu (26/2/2025), ketika jenasah seorang penduduk bernama Sarti (65 tahun) dipindahkan melalui jalanan yang berlumpur dan menanjak curam dengan cara ditarik secara manual.

“Mengantar orang yang sedang sakit hingga ke tempat meninggal sampai jarak belasan kilometer telah menjadi rutinitas kami seminggu sekali. Jalanan ini sudah rusak parah melebihi dua dekade dan belum pernah diaspal,” ungkap Kelvin, salah satu penduduk lokal, pada hari Kamis (27 Februari 2025).

Kelvin mengatakan bahwa keadaan jalannya yang buruk sering kali menyebabkan insiden memilukan, seperti kematian orang saat bepergian dan kelahiran bayi di pinggir jalan.

“Bila terdapat penduduk yang meninggal di jalan raya atau sedang bersalin ketika ditenteng, hal tersebut telah menjadi kejadian biasa setiap hari,” keluhnya.

Desa Sinar Mulia memiliki jarak 11 kilometer menuju jalur aspal paling dekat. Penduduk setempat hanya dapat bergantung pada sepeda motor yang dimodifikasi khusus untuk menaklukkan rute yang sulit tersebut.

Merespon pernyataan tersebut, Bupati Kaur Gusril Pausi mengungkapkan bahwa mereka masih menekankan pengembangan fasilitas umum walaupun dibatasi oleh dana yang tersedia.

“Kami terus mengutamakan perbaikan infrastruktur meskipun dalam kondisi penghematan anggaran. Itu menjadi suatu tantangan tersendiri,” katanya.

Di luar jalanan dan jembatan, beberapa sekolah di Bengkulu juga mengalami kekurangan ruang untuk pembelajaran. Samsuri, guru dari SD Negeri 08 Desa Gajah Mati, Kecamatan Semidang Lagan, Kabupaten Bengkulu Tengah, menyebut bahwa mereka harus menggunakan gudang sekolah sebagai tempat kelas karena kurangnya fasilitas yang tersedia.

“Kurangnya ruang kelas mendorong kita untuk menggunakan gudang, walaupun kondisinya cukup mengkhawatirkan dengan banyak bagian atap yang bocor dan struktur bangunan yang sudah rusak,” jelas Samsuri.

Beberapa pemda di daerah kabupaten di Bengkulu menginginkan dukungan dari pemerintahan pusat dapat kembali dialirkan sehingga pembangunan fasilitas dasar yang berkaitan dengan keamanan dan prospek hidup penduduk tak lagi ditunda-tunda.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *