TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU –
Penjelasan RSUD Regional Sulawesi Barat terkait kasus pasien yang ditolak dan akhirnya meninggal dunia.
RSUD Sulbar mempunyai sebab tersendiri mengenai keputusan untuk menyarankan pasien berpindah ke rumah sakit lain.
Direktur RSUD Provinsi Sulawesi Barat, dr. Hj. Marintani Erna Dochri pada kesempatan konferensi pers memperkenalkan semua pihak yang terlibat dalam layanan ketika pasien datang ke rumah sakit.
Dokter dari Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Barat (Sulbar), yang merawat pasien bernama Dr. Riyana, menyampaikan bahwa pasien tersebut tiba sekitar pukul 17:08 WITA dan menggunakan kendaraan pikap saat dibawa ke rumah sakit.
“Jadi pada kesempatan tersebut, perawat segera keluar untuk memeriksa pasien (korban) yang tiba di Instalasi Gawat Darurat, sesaat setelah melihat situasinya dia pun langsung kembali ke dalam mencari saya agar ikut melihat kondisi pasiennya. Setelah itu kita berdua keluar dan menyaksikan bahwa kedua korban sedang terbaring di atas sebuah pikap,” jelas Riyana ketika memberikan keterangan kepada media di ruangan Konferensi Pers Rumah Sakit Umum Daerah Regional Mamuju, Senin (21/4/2025).
Riyana menyebutkan bahwa usai memeriksa keadaan si pasien, dia segera mengukur Skala Koma Glasgow (GCS) dan tingkat kesehatannya masih total.
Dia menambahkan bahwa pada waktu tersebut terdapat 31 pasien dengan kehadiran 4 perawat dan 1 dokter.
“Saat itu, perawat lain sedang melayani pasien lain, dan kita juga memeriksa bahwa GCS-nya adalah 15 dengan tingkat kewaspadaan yang sempurna. Oleh karena itu, agar bisa lebih cepat menyelesaikan pengobatan ini, saya memberi tahu rekan saya supaya merujuk kasus tersebut ke rumah sakit terdekat,” jelas dia.
Riyana menyebutkan bahwa IGD sedang menghadapi masalah overkapasitas pada waktu tersebut, oleh karena itu dia merekomendasikan supaya pasien mencari layanan di rumah sakit yang berada di dekatnya untuk memperoleh perawatan dengan cepat.
“Sebelum membimbing korban, saya minta maaf kepada korban serta teman pengantarnya,” katanya.
Riyana menyampaikan bahwa dia berkeinginan untuk melaksanakan tindakan pengelolaan.
“Tetapi untuk tempat pelayanannya harus bersih dan bebas dari kontaminasi, kita khawatir akan terjadi infeksi jika proses perawatan dilakukan di area yang kurang mendukung,” jelasnya.
Sementara itu, dr. Hj. Marintani Erna Dochri mengungkapkan sudah melakukan rapat internal dan di RS Regional tersebut Sumber daya Manusia (SDM) tidak relevan dengan jumlah pasien yang ada.
“Di IGD yang dipimpin oleh 4 perawat dan 1 dokter, mereka merawat sekitar 31 pasien dengan keadaan kesehatan yang cenderung memprihatinkan, hal ini menggambarkan tingkat kesulitan yang cukup besar,” jelasnya.
Marintani Erna Dochri menyebutkan bahwa kelompoknya tidak menolak pasien sebagaimana yang tersebar di masyarakat tersebut.
“Pada waktu tersebut, jumlah pasien mencapai 31 orang, delapan di antaranya harus duduk di kursi sebab tempat tidur tidak mencukupi. Ditambah dengan staf kesehatan yang masih kurang, bagian gawat darurat menganjurkan para pasien untuk pergi ke rumah sakit terdekat,” jelasnya. (*)
Laporan Jurnalis Tribun Sulbar Andika Firdaus