Kampung Budaya Piji Wetan Sajikan Pameran Residensi Unik “Tapa Ngeliliwo”


Dexa, KUDUS

– Luar biasa! Pameran Residensi ‘Tapa Ngeli’ Folktarium Muria yang diselenggarakan oleh Kampung Budaya Piji Wetan (KBPW) Kabupaten Kudus menampilkan 15 karya dari berbagai seniman residensi seluruh Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Rencana acara pameran yang menampilkan ikon-ikon Muria, santri, serta kretek ini akan bertahan selama tujuh hari. Acaranya baru saja dimulai pada Senin (21/4/2025), dan akan berakhir pada Minggu (27/4/2025). Lokasi kegiatan terletak di dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.

Pekerjaan yang ditampilkan merupakan produk dari residensi atau praktek oleh puluhan seniman yang tinggal dan bergaul dengan penduduk Piji Wetan selama dua bulan terakhir.

Sebagai bentuk visualisasinya adalah dengan memperlihatkan interaksi antar penduduk yang menunjukkan kehidupan sosial di sekitaran Gunung Muria melalui tiga fokus utama yaitu Muria, Pelajar Agama Islam atau biasa disebut santri, serta kretek atau rokok tembakau khas daerah tersebut.

Pameran itu adalah ide jangka panjang dari sekelompok seniman dengan tujuan untuk membangkitkan kembali cerita-cerita rakyat yang terdapat di wilayah Muria.

15 karya hasil kreasi seniman dari beragam wilayah, termasuk Yogyakarta, Purworejo, Jepara, Kudus serta area sekitarnya, ditampilkan di beberapa tempat terbuka yang dikenal sebagai Folktarium Muria.

Menurut Muchamad Zaini, koordinator kampung budaya Piji Wetan, acara pameran ini diselenggarakan untuk pertama kalinya di kabupaten Kudus.

Bukan cuma karya seni visual, tetapi banyak instalasi seni, tanda lokasi budaya sampai kebiasaan penduduk juga ditampilkan di 15 tempat yang berbeda.

Menurutnya, pameran tersebut tidak sekadar menyajikan cerita, tetapi juga mencoba untuk meresusitasi folklor atau kebudayaan di wilayah Gunung Muria dengan menggunakan beragam sudut pandang yang dikembangkan oleh para seniman.

Di setiap pojok desa ini, para pengunjung dan warga lokal diajak untuk memahami betapa kaya budayanya daerah Muria pada zaman dahulu. Selain itu, mereka juga dibimbing dalam mengenal berbagai cerita historis, mitos, dongeng serta legenda yang telah tumbuh menjadi bagian dari narasi di Kampung Budaya Piji Wetan.

“Seluruh konsep tersebut direalisasikan lewat karya dan penampilan dalam acara Folktarium Muria ini,” jelasnya.

Selanjutnya, para seniman menghidangkan pertunjukan seni serta membuka area dialog guna menciptakan narasi tentang budaya dan pendidikan yang bertujuan meningkatkan kesadaran publik akan adanya nilai-nilai lokal yang mulai dikesampingkan.

Tahun ini dianggap sebagai tahap krusial dalam menggambarkan hasil kerja yang kelak dapat direkam melalui buku, arsip, serta kolaborasi antar berbagai pihak.

Di masa mendatang, Muhammad Zaini berharap agar Desa Budaya Piji Wetan dapat memulai langkah-langkah menuju pengembangan berkelanjutan yang mencakup pendidikan, pariwisata, serta meningkatkan daya ekonomi masyarakat setempat.

tentu saja dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip sufisme yang ditinggalkan oleh Sunan Muria, dan juga kebijaksanaan tradisional masyarakat desa setempat.

Karen Hardini, kurator pameran residensi Tapangeli, mengatakan bahwa acara ini merupakan kesempatan bertemu bagi para seniman dan kelompok seni dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan DIY.

Berikut beberapa nama yang disebutkan: A.O.D.H, Budi Kusriyanto, Divasio Putra Suryawan (Dipo), Febri Anugerah, Feri Arifianto, Fitri DK, Medialegal, Jaladara Collectiva, Kolektif Arungkala, Kolektif Matrahita, Kudus Street Art (KSA), Lembana Artgroecosystem, Mellshana, MIVUBI X Marten Bayuaji, serta Umar Farq.

Menurutnya, tiap seniman memiliki metode dan ide artistik yang bervariasi, meliputi aspek unsur, konsep serta ciri unik dengan nuansa warna yang kaya. Karyanya itu dipajang untuk mengungkapkan suatu jati diri, kenangan fisik, dokumentasi sejarah tempat, termasuk pemeliharaan tradisi lokal dan upacara adat.

Pekerjaan-pertunjukan di pameran tersebut ditampilkan melalui format-arsip, rekaman suara-dalam-gambar, instalasi, karya lukis, kesenian pertunjukkan langsung, musik kebisingan, medium-media alternatif, batik, seni digital yang berlandaskan pada game, seni alam sekitar (environmental art), dapur interaktif, seni terjadi atau disebut juga sebagai seni acara, serta tembok dan coretan-grafiti (kesenian luar biasa). Ini mencakup sampai dengan konsep museum dan pengumpulan barang-barang kepunyaan masyarakat umum.

Para peserta pameran menjelajahi tema Kudus dari bulan Februari sampai April tahun 2025. Setiap individu menciptakan sebuah karya yang menggambarkan Kudus sebagai pusat kebudayaannya, di mana seniman berperan sebagai media ekspresinya.

Menurutnya, Pameran Residensi Tapangeli merupakan acara pelengkap dari bagian besar Folktarium Muria yang bertujuan mengulangi narasi cerita rakyat di wilayah Muria.

“Dengan pameran ini, kita bisa meningkatkan hubungan atau pengikatan akar budaya warga Muria-Kudus, yang menjadi identitas tetap dan harus dipelihara,” katanya.

Salah satu peserta pameran adalah kelompok seniman Jaladara Collectiva yang mengeksplorasi topik ‘peranan wanita dalam kegiatan rewang atau gotong royong’ di wilayah Piji Wetan Kudus.

Tema dari karya seni yang ditampilkan dalam pameran bertajuk “Pawon”, Sumur Di Belakang Pentas Festival.

Jaladara berupaya menggambarkan betapa besarnya kontribusi wanita dalam ranah rewang sebagai wujud solidaritas, ilmu pengetahuan, serta pengambilan keputusan sosial.

Seniman Jaladara, Anis Machfudoh menjelaskan bahwa pameran saat ini adalah kelanjutan dari Residensi Tapa Ngeli yang sudah dia ikuti diakhir Januari 2025.

Jaladara Collectiva mempersembahkan pameran beragam perlengkapan masak yang mewujudkan ekspresi kolaboratif wanita.

Perlengkapan memasak yang umumnya ditempatkan di bagian belakang atau dapur, dirancang dengan baik agar dipajang di area terbuka bagi pengunjung.

Di manakah Rewang, yang sering dikaitkan dengan dapur atau ruangan belakang dan kadang-kadang luput dari perhatian, pada akhirnya dapat dipamerkan ke publik?

“Saat acara residen berjalan, kita mendapatkan ilmu tentang berbagai aspek, termasuk posisi wanita di kawasan Muria terutama di desa Piji Wetan. Kita menyaksikan kalau kebiasaan rewang para bunda dari Piji Wetan membentuk wadah kolaboratif signifikan. Lewat ritual tersebut, warisan pengetahuan disampaikan dalam semangat persaudaraan,” jelas dia.

Di luar pemasangan tersebut, Jaladara juga menciptakan zine atau majalah kecil yang memuat beragam informasi terkait dengan tradisi rewang. Di dalamnya termasuk cerita wanita dari Piji Wetan saat melaksanakan ritual ini, glossary mengenai perlengkapan masak, serta ilustrasi tentang rewang itu sendiri.

Selanjutnya, terdapat juga penampilan interaktif di antara kelompok Jaladada bersama para bunda dari Piji Wetan. Acara tersebut melibatkan kegiatan seperti masak-memasakan, menyiapkan dan menuangkan kopi, serta nginang yang semakin jarang dilakukan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Mutrikah menunjukkan bahwa Kampung Budaya Piji Wetan merencanakan program untuk menjadi wadah kreatif. Ini bertujuan sebagai tempat mengembangkan serta membagikan cerita rakyat modern kepada publik.

Mereka menyambut positif penyelenggaraan pameran ini dan berharap pada masa mendatang akan menjadi pelopor dalam mempromosikan budaya setempat di bawah Gunung Muria.

Selanjutnya, melalui acara pameran ini bertujuan sebagai area pembelajaran untuk memperkuat seni lokal. Semoga saja, event semacam itu mendapatkan dukungan total dari pemdes, camat, hingga pihak kabupaten dan pusat. Selain itu, diharapkan juga ada dukungan dari publik secara umum, para praktisi seni serta siswa-siswi.

Budaya menjadi sumber motivasi untuk masa depan serta dimiliki oleh seluruh masyarakat. Hasil karya yang ditampilkan mencakup kearifan lokal dari berbagai bentuk kesenian dan budaya. Semoga dengan adanya pameran ini dapat menambah daya tarik pariwisata, sehingga jumlah pengunjung turut bertambah di wilayah Kabupaten Kudus.

“Dengan menjaga warisan seni dan budaya, demi kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Mutrikah menyampaikan apresiasinya terhadap penyelenggaraan pameran luar biasa yang telah melibatkan seniman-seniman dari beragam wilayah.

Menggarisbawahi bahwa hasil kerja seniman adalah suatu bentuk unggulan, menyertakan kemampuan daerah seperti Kudus dalam memberikan kearifan setempat.

Tak dapat disangkal bahwa Sunan Kudus melalui warisan seninya memiliki potensi untuk memotivasi orang-orang dari beragam zamannya. Bukan hanya generasi lama tetapi juga masyarakat pada masa kini,” ungkapnya. (Sam)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *