dexandra.online
– Viral di media sosial polisi lalu lintas yang menerima sogok dari pengendara yang melanggar lalu lintas.
Video tersebut menjadi pembicaraan umum usai menyebar luas di jejaring sosial.
Oknum polisi tersebut adalah Ipda MD, yang merupakan bagian dari Satuan Lalu Lintas Polres Sumedang.
Dia tertangkap basah menerima uang suap ketika menegakkan hukum terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas di Jalan Cadas Pangeran, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Itu seperti yang terlihatan dalam unggahan video di akun Tiktok @moch.khairi.athar.
Dalam klip yang beredar, MD tampak sedang menerbitkan denda kepada pengendara sepeda motor Honda Beat berwarna hitam, sementara itu nampak si pemotor meletakkan uang di dalam buku tilangan.
Pengemudi itu tidak punya SIM, tapi yang ditilang minta kebijaksanaan lalu memberikan uang Rp 100 ribu.
dana tersebut dipakai untuk keperluan pribadi sang polisi.
Oleh karena perbuatannya tersebut, sang petugas kepolisian mendapatkan hukuman berupa pengaturan posisi kerja (patsus) sebagai dampak dari tindakan yang melanggar aturan dengan menerapkan pungli.
Kepala Kepolisian Resor Sumedang, AKBP Joko Dwi Harsono menyampaikan rasa terimakasihnya kepada warga yang sudah melaporkan personelnya yang terlibat dalam praktik pemerasan atau pungutan tidak sah (pungli).
“Kepada warga kami ucapkan terima kasih karena telah memberikan informasi. Untuk orang yang dimaksud, sekarang sedang dijalankan program penempatan khusus (disel) serta diprosesi pemeriksaan oleh Propam Polres Sumedang,” jelas Kapolres pada hari Rabu (23/5/2025), seperti dilaporkan TribunJabar.
Dia menyebutkan bahwa sementara petugas kepolisian sedang diselidiki, prosedur kode etik akan dijalankan.
Hal itu bertujuan untuk memutuskan hukuman apa yang akan dikenakannya.
“Sanksi yang akan dijatuhkan kemudian akan diputuskan melalui proses peradilan kode etika profesional,” ucapnya.
Kapolres Sumedang AKBP Joko Dwi Harsono, lewat Kasi Humas Polres Sumedang AKP Awang Munggardijaya menyampaikan bahwa kasus pemerasan tersebut berlangsung pada hari Minggu (20/4/2025) sekitar pukul 09:00.
Menurut Awang, MD adalah anggota Satuan Lalulintas Polsek Cimalaka.
Sebaliknya, kontroversi terkait penegakan hukum yang keliru oleh sistem tilang elektronik baru-baru ini mendapat perhatian.
Antara lain terjadi pada warga yang bernama Ridwan (57).
Dia terkejut mendapat tilangan meskipun motor miliknya sebenarnya berada di luar kota tempat dia menetap.
Dia baru menyadarinya ketika akan melunasi pajak tahunannya.
Ridwan kebingungan karena motornya yang ada di Bandung ternyata tertilang melalui sistem ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) di Jakarta.
Ia juga membuat klarifikasi di Posko ETLE, Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, yang berlokasi di Pancoran, Jakarta Selatan.
“Ridwan bingung karena kendaraannya yang ada di Bandung sejak bulan Februari 2025, baru diberi tilang pada bulan Maret 2025,” katanya saat berada di Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025), seperti dilaporkan oleh Kompas.com.
Ridwan sadar motornya tertibekam denda elektronik ketika hendak melunasi cukai tahunan.
Pada saat memeriksa pajak kendaraan, terdapat pesan yang menyatakan bahwa informasinya ditutup sementara akibat pelanggaran lalu lintas.
Akan tetapi, Ridwan merasa cukup tenang saat memeriksa data ETLE di situs web resmi, karena ternyata sepeda motornya dan plat nomernya berbeda dengan miliknya.
“Saya kaget saat ingin membayar pajak namun ditolak karena pelanggaran elektronik, setelah memeriksanya ternyata bukan kendaraan saya dan nomor polisi pun tidak begitu jelas,” katanya.
Sebelumnya, posko Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) milik Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya di Pancoran, Jakarta Selatan, penuh sesak dengan orang-orang yang ingin memverifikasi dan mengkonfirmasikan adanya dugaan pelanggaran mereka.
Seorang penduduk setempat bernama Ade (44) melaporkan adanya antrian yang sangat panjang di Posko ETLE.
Yang tiba pada jam 10.00 WIB masih belum dilayani sampai pukul 12.00 WIB.
“Menurut saya ini kurang efektif karena, pandangan saya mengurus ETLE bisa per wilayah agar tidak menumpuk. Kalau ini antrean jadi full sekali ini,” kata Ade di lokasi, Kamis.
Ade pun menyebut perlu mendapatkan izin cuti dari pekerjaan guna menyelesaikan urusan pelanggaran ETLE.
“Saya akhirnya meminta cuti sehari untuk menangani hal ini. Seharusnya urusan semacam ini dapat diselesaikan di daerah masing-masing, misalnya seperti yang terjadi di Jakarta Utara, maka harusnya dilakukan disitu,” jelasnya.
(dexandra.online/
TribunJatim.com
)