OTT Wahyu Setiawan: Dicokok KPK di Pesawat, Tak Sengaja Menyaksikan Sendiri Penangkapan Dirinya

Wahyu Setiawan, mantan komisioner KPU, diamankan oleh KPK melalui operasi tangkap tangan di awal tahun 2020 lalu atas dugaan kasus suap. Ajudannya yang pernah bekerja sama, Rahmat Setiawan Tonidaya, menceritakan tentang saat penangkapan itu berlangsung.

Hal tersebut diungkapkan Rahmat saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4). Rahmat bersaksi untuk terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Penggerebekan oleh KPK berlangsung di Bandara Soekarno-Hatta saat Wahyu Setiawan akan terbang menuju Pulau Bangka Belitung.

Kala itu, Rahmat dan Wahyu tengah menunggu panggilan untuk boarding pesawat. Wahyu Setiawan kemudian masuk pesawat dan duduk di kelas bisnis.

“Sesudah panggilan masuk, Pak Wahyu ada di kelas bisnis, sementara saya berada di bagian belakang yang untuk ekonomi,” jelas Rahmat.

Selang beberapa waktu, Rahmat sadar ada yang tidak beres dengan penerbangannya. Pesawat tak kunjung beranjak untuk lepas landas.

“Harusnya jam sudah mulai terbang, tapi kok ada kaya sesuatu yang ditunda. Setelah saya tengok di gorden bisnis, Pak Wahyu sudah enggak ada,” ucapnya.

Rahmat juga berusaha mengetahui lokasi bosnya dengan mengajukan pertanyaan pada beberapa pramugari. Ternyata, Wahyu sudah dipindahkan dari pesawat dan saat itu berada di area pemeriksaan. Maka, Rahmat segera menuju ke sana untuk menjemputnya.

Setelah berjumpa, Wahyu mengajak Rahmat untuk menyertai dirinya menuju ke markas KPK. Begitu tiba di tempat kerja KPK tersebut, Rahmat dan Wahyu lantas melaksanakan shalat terlebih dahulu.

“Setelah sholat, kita sempat merokok sejenak di antara ruangan wudhu yang ada di dekat musholla di pojok tersebut. Saya bertanya, ‘Apa masalahnya ini, Pak?’.” jawab Rahmat menirukan ucapan Wahyu, “‘Wah, kau tidak tahu ya, Ton,'”.

“Lanjutkan pastinya di sana dia perkenalkan kepada Pak Donny [Tri Istiqomah], lalu Pak Saeful [Bahri] kemudian ada Bu [Agustiani] Tio juga, begitu seterusnya,” jelasnya.

Selama bertahun-tahun, Rahmat pada akhirnya mengerti bahwa Wahyu dihentakkan lantaran terkait dengan dugaan rasuah dalam perkara pergantian jabatan Harun Masiku.

Kasus Hasto

Dalam kasus ini, Hasto dituduh memberi suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk proses Penyelenggaraan Antarkan Waktunya (PAW), serta menghalang-halangi investigasi terkait dengan Harun Masiku.

Pada kasus dugaan suap, Hasto diklaim ikut mendukung dana tersebut. Uang suap dicurigai digunakan untuk memastikan bahwa Harun terpilih sebagai anggota DPR lewat mekanisme PAW.

Cara melakukannya adalah dengan memberi suap kepada Komisioner KPU pada waktu itu, Wahyu Setiawan. Jumlah uangsuap yang diberikan sebesar Rp 600 juta.

Diperkirakan suap tersebut dilakukan oleh Hasto bersama dengan Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, serta Saeful Bahri. Nantinya suap ini diserahkan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.

Pada saat bersamaan, berkaitan dengan kasus diduga penghalang-halangi dalam proses investigasi, Hasto dikatakan telah melaksanakan berbagai langkah seperti mendapatkan beberapa kesaksian terkait Masiku dan mempengaruhi kesaksian mereka supaya tidak mencerminkan kebenaran.

Bukan hanya itu saja, ketika mereka menangkap Masiku secara langsung, Hasto memberitahu Nur Hasan—aqui seorang petugas pengawas rumah yang umumnya difungsikan sebagai kantor—agar menghubungi Masiku dengan tujuan agar mencelupkan ponselnya ke dalam air dan kemudian segera kabur dari tempat tersebut.

Selanjutnya, pada tanggal 6 Juni 2024, yaitu 4 hari sebelum Hasto dijadwalkan menjadi saksi dalam kasus Masiku, dia menginstruksikan kepada stafnya yang bernama Kusnadi untuk tenggelamkan ponsel milik Kusnadi sehingga tidak dapat ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *