geopolitikaidn
,
Jakarta
– Presiden
Prabowo
Subianto memberikan petunjuk yang kuat kepada Badan Gizi Nasional (BGN) dan semua staf terkait agar memperbaiki kecermatan dan efisiensi dalam menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Langkah ini dilakukan setelah muncul banyak laporan tentang potensial adanya keracunan dari MBG di beberapa wilayah mulai implementasi program tersebut pada tahun 2025.
Perintah itu diberikan Prabowo saat mengikuti rapat koordiansi tertutup yang dilangsungkan pada hari Sabtu, 3 Mei 2025, di lokasi Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hadir pula dalam pertemuan ini Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyampaikan kembali pesan Presiden Prabowo yang menggarisbawahi kepentingan adanya tugas terfokus dari semua pihak berkecimpung dalam implementasi program tersebut.
MBG
untuk menghindari pengulangan kejadian yang berpotensi merugikan kesejahteraan para penerima manfaat.
“Target kami adalah zero accident. Tidak ada kejadian keracunan di lapangan,” ujar Dadan, mengutip pernyataan Presiden dalam keterangan resmi Sekretariat Presiden.
Dikutip dari
Antara
Pada hari Senin, tanggal 5 Mei 2025, selama penilaian setengah tahun pemerintahan dalam Rapat Kabinet Paripurna, Presiden Prabowo mengungkap bahwa program MBK telah mencapai tingkat sukses 99,99% dengan lebih dari 3,4 juta peserta mulai Januari 2025. Meski demikian, dia juga menegaskan ada 200 pelajar yang mengalami gejala keracunan. Menurutnya, jumlah tersebut mewakili kira-kira 0,005%, sehingga kesuksesan total dinyatakan sebagai 99,99%. Dia menjelaskan hal ini melalui pernyataan: “Dengan angka 200 orang yang terkena dampak itu berasal dari 3 (juta) beberapa ribu. Saya rasa tepatnya adalah 0,005. Jadi, tingkat keberhasilannya menjadi 99,99 persen.”
Namun demikian, Presiden menyatakan ketidakpuasannya atas hasil dari program MBG tersebut. Ia berharap tidak akan ada kekeliruan dalam implementasi MBG sampai akhir tahun yang bisa dicapai oleh Badan Gizi Nasional.
belum sepuluh hari sejak pernyataan tersebut, kasus baru-baru ini muncul dengan tuduhan
keracunan makanan
MBG terulang lagi di Bogor, Jawa Barat. Di kota yang sering diguyur hujan ini, pada tanggal 11 Mei 2025, lebih dari 210 murid mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah pertama mengalami gejala keracunan usai menyantap hidangan dalam program MBG. Diantara mereka, ada 22 anak yang butuh dirawat di rumah sakit, sementara banyak lainnya hanya menjalani perawatan luar, dengan sisanya memiliki gejala cukup ringan. Kepemimpinan lokal bekerja sama dengan BGN sedang menanti hasil tes laboratorium guna membuktikan apa sebenarnya pemicu kecelakaan itu.
Sebelum peristiwa di Kota Bogor, ada laporan tentang kasus keracunan karena memakan makanan MBG di beberapa tempat lain. Salah satu contohnya adalah di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, spesifiknya di SDN 33 Kasipute pada hari Rabu, tanggal 23 April 2025. Pada saat itu, puluhan siswa merasakan pusing dan mulut mereka menjadi asam sesaat setelah mencium bau tidak sedap dari kotak makanan MBG yang berisikan nasi, ayam Karaage, tahu goreng, serta sup sayuran.
Berdasarkan temuan awal, BGN menemukan bahwa mayoritas kasus bermula dari Unit Layanan Penyedia Gizi (ULPG) yang baru saja terbentuk dan belum memiliki banyak pengalaman dalam mengatur operasi kantin berskala luas. Tambahan lagi, kondisi higiene individu seperti menggunakan peralatan makan yang tak disinfeksi dengan benar serta kurangnya pencucian tangan sebelum menyantap makanan dipercaya ikut memperburuk insiden keracunan pada para pelajar tersebut.
Sebagai upaya pencegahan, BGN mempertimbangkan pemberian asuransi bagi para penerima manfaat serta tenaga kerja dapur dalam program MBG. langkah ini diharapkan dapat memberikan perlindungan tambahan jika terjadi insiden keracunan makanan. Di samping itu, pemerintah juga menaruh perhatian pada edukasi terkait keamanan pangan serta penguatan sistem distribusi makanan, guna memastikan program MBG tetap berjalan secara aman.
Michelle Gabriela, Angelina Tiara Puspitalova
dan
Angelina Tiara Puspitalova
berkontribusi dalam penulisan artikel ini