geopolitikaidn
– Dunia perfilman nasional sekali lagi mengukir keberhasilan di pentas global. Sembilan buah film dari Indonesia akan ditampilkan dalam acara FestivalFilm Cannes tahun 2025.
Partisipasi ini menunjukkan kemajuan signifikan dari industri perfilman lokal yang terus berkembang dengan variasi dan daya saing yang meningkat. Salah satu fokus utama adalah film animasi ‘Jumbo’ garapan Ryan Adriandhy, yang berhasil menyita perhatian banyak orang.
Menurut laporan dari radarbatu.geopolitikaidn, film tersebut tidak hanya berhasil secara finansial dengan menggaet 9,6 juta penonton dan meraih pendapatan kira-kira USD 20 juta, namun juga menjadi film animasi asal Indonesia pertama yang masuk ke dalam acara Marché du Film di Cannes pada tahun 2025.
“Jumbo” menceritakan tentang Don, seorang anak laki-laki tanpa orang tua dan berumur 10 tahun dengan postur badan yang besar, yang menjadi sasaran bullying.
Ceritanya pun berganti ketika dia menemukan cerita rakyat warisan orangtuanya dan bersua dengan seorang peri kecil yang bernama Meri. Film ini menghadirkan perjalanan petualangan yang sarat akan nilai-nilai tentang keberanian, percaya pada kemampuan sendiri, serta persahabatan.
Diproduksi oleh Visinema Studios, Springboard, dan Anami Films, ‘Jumbo’ juga didukung oleh pengisi suara ternama seperti Prince Poetiray, Quinn Salman, Bunga Citra Lestari, dan Ariel NOAH.
Berikut deretan film Indonesia lainnya yang turut meramaikan Festival Film Cannes 2025:
1. Pangku
Melansir dari greenscene, Debut penyutradaraan Reza Rahadian dalam film panjang ini mengangkat kisah Sartika, perempuan muda yang terseret dalam lingkaran eksploitasi setelah melahirkan di kota rantau. Ia dijebak menjadi pelayan di kedai kopi pangku milik Bu Maya.
Berbekal skenario yang digarap oleh Reza berkolaborasi dengan Felix K. Nesi, serta didukung pula oleh penampilan apik para aktor seperti Christine Hakim, Claresta Taufan, dan Fedi Nuril, film “Pangku” muncul sebagai kritik tajam atas ketidakseimbangan gender dan kemiskinan struktural. Melalui karya ini, ia menampilkan pandangan wanita di lingkungan yang sering kali terpinggirkan.
2. Monster Pabrik Rambut
Menurut laporan dari greenscene, genre horror fantastis menjadi sorotan dalam film tersebut. Diatur di suatu tempat di lingkungan pabrik rambut, narasinya membongkar misteri gelap yang tersimpan di balik dunia perawatan kulit dan penataan rambut.
Disutradarai Edwin dan Eka Kurniawan, film ini dibintangi Rachel Amanda, Lutesha, dan Iqbaal Ramadhan yang juga menjadi produser eksekutif bersama Dian Sastrowardoyo. Film ini menggabungkan horor, kritik sosial, dan eksperimen visual dalam satu kemasan yang berani dan segar.
3. Renoir
Menurut Greenscene, film Asia satu-satunya yang berkompetisi dalam ajang Cannes 2025 ini adalah hasil kerja sama antarnegara, dengan partisipasi Indonesia lewat KawanKawan Media. Film garapan sutradara Jepang bernama Chie Hayakawa ini menceritakan kisah seorang gadis berusia 11 tahun bernama Fuki yang harus menavigasi hubungan keluarganya serta proses menjadi dewasa pada dekade 1980-an terakhir.
Film ini menggambarkan secara emosional kehidupan masyarakat Jepang pada zamannya, serta menunjukkan pengaruh kolaborasi kreatif antarnegara di industri perfilman Asia.
4. Rose Pandanwangi
Menurut laporan dari Greenscene, film biografi ini menggambarkan kehidupan Rose Pandanwangi, yang merupakan seorang penyanyi seriosa dan juga istri dari sang maestro pelukis S. Sudjojono. Chelsea Islan berperan ganda sebagai aktris utama serta produser, sehingga projek ini menjadi salah satu elemen signifikan dalam perkembangannya karier belakangi layar.
Menggunakan metode penelitian yang mendalam bersama dengan latihan vokal klasik, film tersebut mengeksplorasi topik tentang kesenian, sejarah, dan posisi wanita, sambil juga menciptakan tempat baru untuk sinematografi biografis Indonesia di pentas internasional.
5. Kota Ini Adalah Medan Perang
Film yang disutradarai oleh Mouly Surya ini merupakan adaptasi dari novel terkenal berjudul “Jalan Tak Ada Ujung” karangan Mochtar Lubis. Menurut informasi dari radarbatu.geopolitikaidn, cerita dalam film tersebut berkisah tentang percintaan dan pengkhianatan di Jakarta setelah kemerdekaan negara. Untuk menciptakan nuansa masa lalu, pembuatannya memakai rasio aspek layar 4:3 seperti zaman pada tahun 1946.
Proses pembuatan efek visual dilaksanakan di Amerika Serikat sementara pengecapan suaranya dilakukan di Prancis. Film yang dibintangi oleh Chicco Jerikho, Ariel Tatum, serta Jerome Kurnia ini berencana untuk dirilis di Eropa, meliputi negara-negara seperti Belgia, Belanda, dan Luxembourg.
6. Wanita dari Pulau Rote
Dilansir dari radarbatu.geopolitikaidn, Film yang sebelumnya mewakili Indonesia di Oscar ini menceritakan perjuangan perempuan korban kekerasan seksual di wilayah timur Indonesia. Mengambil latar Pulau Rote, film ini diperkuat oleh aktor-aktor lokal dan kisah yang dekat dengan realitas sosial masyarakat.
Film ini berhasil meraih empat penghargaan di Festival Film Indonesia, sekaligus menegaskan komitmen sineas terhadap isu-isu kemanusiaan dan keadilan gender.
Partisipasi ketujuh film tersebut pada Festival Film Cannes tahun 2025 merupakan indikator jitu bahwa industri perfilman Indonesia kini tak lagi diremehkan. Mulai dari genre animasi, drama sosial, sampai horor fantasi, Indonesia membuktikan kapabilitasnya dalam menghadirkan naratif berkualitas tinggi dengan teknik bercerita serta standar pembuatan yang kompetitif di kancah internasional.