GeopolitikaIDN.CO.ID melaporkan bahwa China masih menunjukkan dominasinya dalam pasar ekspor otomotif dunia. Sesuai dengan data dari perusahaan konsultansi AlixPartners, Rusia terus menjadi salah satu pelanggan utama untuk kendaraan bermotor buatan China meski adanya persaingan ketat akibat perang tariff yang berdampak pada sektor ini.
Laporan tersebut menyatakan bahwa ekspor otomotif Tiongkok meningkat 23% secara year-on-year hingga mencapai 6,4 juta unit mobil penumpang pada tahun 2024, melebihi angka Jepang yang ada di posisi kedua sekitar lebih dari 50%. Namun, diprediksikan laju pertumbuhan ekspor Cina akan merosot menjadi hanya 4% pada tahun 2025 akibat adanya bea masuk di beberapa pasaran.
Rusia dan Timur Tengah masih menjadi pasar utama bagi produk-produk dari China dan secara bersamaan berkontribusi sebesar 35% pada total ekspor tahun kemarin, melebihi jumlah kiriman ke Eropa dan Amerika Utara untuk kali pertama, sesuai dengan laporan itu.
Diperkirakan merek China akan menguasai 30 persen pangsa pasar global pada tahun 2030, dibandingkan dengan 21 persen tahun lalu. Laporan tersebut mensurvei ratusan eksekutif otomotif di seluruh dunia.
“Penjualan kendaraan bermotor asal Tiongkok ke Rusia dan Belarus telah naik lebih dari dua kali ganda dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini, yang membantu meringankan dampak fluktuasi tariff,” ungkap Andrew Bergbaum, kepala praktik global untuk sektor otomotif serta manufaktur di AlixPartners.
Pemerintah AS mengenakan tarif sebesar 25 persen pada semua mobil yang diimpor ke Amerika Serikat mulai tanggal 3 April, yang menimbulkan kekhawatiran dari para produsen mobil global, pedagang suku cadang mobil, dan konsumen.
Menurut laporan tersebut, meskipun tarif terbaru oleh AS akan meningkatkan biaya ekspor kendaraan dan komponen otomotif China sekitar 24 persen, atau 46 miliar dolar AS, ini hanya mewakili sekitar 3,8 persen dari total nilai produksi industri otomotif China.
Peningkatan dalam ekspor juga didukung oleh perkembangan positif di pasar lokal, dimana laporan tersebut memperkirakan akan meningkat sebanyak 4% year-on-year hingga mencapai angka 26,8 juta unit kendaraan di China pada tahun 2025, hal ini membentuk perbedaan signifikan dibandingkan dengan tren menurun di pasar-pasar besar lainnya.
Pembangunan ekonomi di China dipacu oleh penerimaan cepat terhadap mobil listrik, yang kini juga mengintegrasikan teknologi kendaraan cerdas seperti sistem pengendalian autonomus. Laporan tersebut menyebutkan tambahan bahwa penjualan mobil listrik diyakini akan meningkat menjadi 54% dari total pasarnya dalam negeri pada tahun 2025.
Kendaraan energi baru China mengalami produksi dan penjualan yang kuat dalam empat bulan pertama tahun ini. Produksi NEV melonjak 48,3 persen tahun-ke-tahun menjadi 4,42 juta unit pada periode Januari-April, menurut Asosiasi Produsen Mobil China.
Selama periode tersebut, penjualan NEV melonjak 46,2 persen tahun-ke-tahun menjadi 4,3 juta unit, yang mencakup 42,7 persen dari total penjualan kendaraan baru selama periode tersebut, menurut data CAAM.
Zhang Xiang, seorang profesor tamu di departemen teknik Universitas Sains dan Teknologi Huanghe, mengatakan perusahaan mobil China harus mempercepat rencana globalisasi mereka di pasar negara berkembang, dan mendiversifikasi tata letak bisnis mereka untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tunggal dan mengatasi tantangan dari kenaikan tarif Washington.
“Dengan mendirikan fasilitas produksi serta jaringan pembelian di berbagai pasar, perusahaan tersebut bisa menggunakan sumber daya setempat secara efektif guna menekan biaya produksi dan menyempurnakan arus pasok,” ungkap Zhang.
Di samping itu, pertumbuhan pesat dalam penjualan mobil listrik dan cerdas di pasar domestik Tiongkok telah merombak peta persaingan harga yang berawal pada tahun 2023. Laporan tersebut mencatat bahwa insentif keuangan serta fitur terbaru kini lebih banyak digunakan daripada memberikan potongan langsung pada harga ritel.
“Karakteristik kemudi pintar yang saling mendukung hadir sebagai senjata kompetisi terpenting, yang kian memisahkan produk merk Tiongkok dari barang-barang asal negara lain,” ungkap Yvette Zhang, mitra praktek otomotif dan manufaktur di AlixPartners.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa sistem bantuan pengemudi tingkat 2 dan lebih tinggi terpasang dalam sekitar 60% penjualan mobil penumpang di China tahun lalu, sementara di Amerika Serikat angkanya masih di bawah 40%. Penetrasi teknologi semacam ini diperkirakan akan tumbuh pesat melebihi daerah lainnya.
“Merek-merek asal Tiongkok menggunakan kelebihan spesifik mereka untuk mencapai solusi pengendara pintar yang lebih ekonomis dan efisien, serta layak dipasarkan, sementara sejumlah pabrikan otomotif global sedang berusaha belajar darinya lewat kerja sama strategis terbaru,” ungkap Stephen Dyer, kepala praktik otomotif dan industri Asia di AlixPartners.