8 Keyakinan Karir Baby Boomers yang Tak Lagi Relevan di Era Kerja Modern


dexandra.online

Pernah nggak, kamu kerja remote sambil pakai piyama, terus bos kamu tiba-tiba bilang, “Kalau nggak di kantor ya bukan kerja namanya”?

Jika benar, mungkin Anda sedang menghadapi generasi baby boomer yang masih percaya pada peraturan pekerjaan dari masa lalu dan sayangnya, sudah tidak sesuai lagi dengan era sekarang.

Bukan berarti baby boomers sepenuhnya keliru, sih. Namun, perkembangan zaman dan kemajuan teknologi telah mengubah pandangan kami terhadap dunia pekerjaan.

Berikut adalah delapan pandangan tradisional tentang karier yang masih dipertahankan sejumlah orang dari generasi baby boomers, seperti dikutip dari laman Geediting.com pada Minggu, 20 April 2025. Padahal, dalam lingkungan modern ini, mereka harus mulai ditinggalkan.


1. Jadwal kerja dari jam 9 hingga jam 5 dianggap suci

Sekarera dulu: datang pukul 09.00 pagi, pulang pukul 17.00 sore. Apabila mungkin melakukan overtime, dipandang sebagai tanda kerja keras yang lebih besar.

Saat ini? Kebebasan menjadi penguasa. Waktu bekerja tidak lagi menentukan efisiensi.

Banyak di antara kita kini bekerja dengan lebih efisien pada pukul 22:00 sambil menikmati secangkir teh atau sebelum fajar menyingsing.

Hal yang terpenting adalah hasil pekerjaannya, bukan waktu dan tempat Anda mengerjakannya.


2. Kantor merupakan lokasi tunggal yang dipilih untuk bekerja.

Boomer: bekerja di kantor, duduk di meja, dan melihat wajah teman sekantor setiap harinya.

Kenyataan sekarang: kantor bisa berarti meja dapur, kafe favorit, bahkan taman belakang rumah.

Kemerdekaan dalam menentukan lingkungan kerja membuat kita menjadi lebih kreatif dan produktif. Yang terpenting adalah atmosfernya, bukan letak geografisnya.


3. Berpindahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain = tidak loyal

Dahulu kala, jika seseorang dapat bekerja di sebuah perusahaan hingga pensiun, itu merupakan suatu keberhasilan.

Di zaman modern ini? Berpindah pekerjaan diartikan sebagai indikasi perkembangan karier.

LinkedIn mencatat bahwa generasi milenial jauh lebih dinamis, sebab mereka mengejar pengalaman, tidak sekadar kestabilan.

Buat generasi muda, pindah kerja = cari tantangan baru, bukan kabur dari tanggung jawab.


4. Pertemuan langsung tersebut bersifat wajib

Jika tidak bertemu secara langsung, kerjasama tim menjadi kurang solid.

Kata siapa?

Kini kita memiliki Zoom, Google Meet, dan Slack—serta kemampuan untuk merekam pertemuan bagi mereka yang melewatkan acara tersebut.

Produktivitas tidak perlu bermakna duduk bersama dalam ruangan pertemuan yang sejuk. Kerja sama dapat terwujud dari beragam penjuru dunia secara bersamaan.

Hal utama adalah: komunikasi yang transparan, bukannya jarak fisik.


5. Busana resmi = profesional

Jas, dasi, dan sepatu pantofel. Dahulu itu menandakan tampilan profesional di lingkungan kantor.

Saat ini? Professionalitas tidak dinilai dari dasi, tetapi dari sikap dan kinerja.

Kami berada dalam era di mana CEO startup dapat mengenakan hoodie saat mempresentasikan kepada para investor. Dan itu tidak menjadi soal, asalkan performa mereka baik.

Ganti pakaianmu untuk pekerjaan? Tentu saja. Tapi jangan lupa juga untuk memilih pakaian yang nyaman ya.


6. Semakin lama bekerja, semakin meningkat produktivitasnya.

Boomer kebanyakan yakin bahwa kerja keras berarti bekerja untuk waktu yang lama.

Sebenarnya, otak manusia memiliki keterbatasan dalam hal fokus. Terus menerus bekerja justru dapat menyebabkan kelelahan berlebihan atau biasa disebut burnout.

Dalam lingkungan pekerjaan yang maju, keberhasilan dari bekerja secara efektif sangatlah terpuji dibandingkan dengan hanya berusaha keras tanpa hentian.

Istirahat sangat dibutuhkan. produktivitas tidak melulu tentang marathon, tetapi lebih pada sprint yang terencana dengan baik.


7. Teknologi adalah gangguan

Generasi sebelumnya sering kali menganggap teknologi—baik itu media sosial, aplikasi pekerjaan, atau perangkat elektronik—hanya sebagai gangguan.

Sebenarnya, itulah yang menjadi senjata utama kita saat ini.

Dengan memanfaatkan teknologi, kita mampu mengelola proyek antar benua, merencanakan waktu dengan cara yang lebih tepat, serta melakukan otomatisasi terhadap pekerjaan yang bersifat repetitif.

Hal utama adalah memahami kapan dan bagaimana menggunakan hal tersebut dengan tepat.


8. Pensiun = penutup dari seluruh hal

Model berpikir tradisional: bekerja keras selama bertahun-tahun, kemudian pensiun dan menikmati kehidupan dengan tenang.

Generasi saat ini? Banyak di antara mereka malah memandang pensiun sebagai titik awal dari babak baru dalam hidup.

Beberapa orang memulai usaha mereka sendiri, ada pula yang menjadi pembimbing, atau mungkin bekerja secara lepas sesuai dengan minatnya.

Pensiun sekarang bukanlah akhir tetapi merupakan tahap kehidupan yang lebih fleksibel serta membahagiakan.

Kami tidak tengah mengkritik siapapun dari berbagai generasi. Tiap kelompok umur memiliki latar belakang serta hambatan masing-masing.

Tapi satu hal yang pasti: dunia kerja berubah. Dan kita pun harus ikut berkembang.

Keterbukaan, empati, dan kolaborasi lintas generasi adalah kuncinya.

Daripada berdebat mana yang paling benar, lebih baik cari titik temu agar semua orang—dari boomer sampai Gen Z—bisa thrive bersama.

Karena pada akhirnya, keberagaman perspektif itulah yang bikin tempat kerja jadi kaya, kreatif, dan inspiratif. ***

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *