FENOMENA
Kenaikan jumlah penderita HIV/AIDS di Aceh, lebih spesifik di Kota Banda Aceh, semakin menimbulkan kekhawatiran. Menurut data yang dicatat oleh Dinas Kesehatan Aceh, antara tahun 2004 dan 2024, telah ditemukan sebanyak 1.735 kasus positif HIV/AIDS. Tahun dengan angka kasus tertinggi adalah tahun 2024, yaitu mencapai 348 orang.
Tertinggi tercatat di Banda Aceh dengan angka sebanyak 146 kasus, diikuti oleh Aceh Utara yang memiliki jumlah 34 kasus, kemudian Kota Langsa melaporkan 30 kasus, Lhokseumawe mengalami penambahan hingga 26 kasus, sementara itu Bireuen menyatakan adanya 23 kasus baru. Selain itu, dua daerah lainnya yaitu Aceh Barat serta Aceh Tenggara juga menunjukkan angka kesamaan pada total pasien positif tersebut, yakni berjumlah 15 kasus untuk setiap wilayahnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kontrol Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan Aceh, dr Iman Murahman, Sp.KKLP, MKM seperti yang dilaporkan Sramerbangan mengatakan bahwa peningkatan kasus HIV di Aceh didorong oleh perilaku seks antar sesama laki-laki atau kelompok laki-laki berhubungan dengan laki-laki (LSL). Hingga hampir 90% dari seluruh pasien HIV/AIDS di daerah tersebut dikarenakan aktivitas ini.
Apabila kita amati di lapangan, kelompok-kelompok LSL tersebut benar-benar jarang terlihat. Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP WH), serta masyarakat, cenderung lebih menekankan pengawasan pada pasangan bukan muhrim yang berkumpul sendirian di lokasi sunyi.
Kemungkinan celah ini yang digunakan oleh kelompok LSL. Mereka berperilaku mesra dengan bebas, termasuk di tempat publik seperti dalam insiden penangkapan sepasang kekasih pria di kamar mandi Taman Sari, Banda Aceh, baru-baru ini.
Tidak mengherankan jika jumlah orang LGBTQ semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya kasus HIV/AIDS tersebut. Ditambah lagi dengan masalah-masalah lain seperti zina atau pemakaian jarum suntik yang telah tercemar, kejadian ini kerap dialami oleh pecandu obat-obatan terlarang dan turut memperburuk persebaran HIV/AIDS.
Karenanya, diperlukan ketegasan dalam menangani kasus-kasus semacam ini. Salah satu caranya adalah dengan mengedukasi generasi muda Aceh di sekolah-sekolah tentang bahaya tingkah laku seksual yang tidak sesuai norma serta penyakit HIV/AIDS. Kami setuju dengan saran dari Wakil Ketua DPRK Banda Aceh, Musriadi Aswad, yang mendesak pembuatan aturan spesifik terkait pengelolaan HIV/AIDS.
“Penanganan HIV/AIDS bukan hanya tugas pemerintah saja, melainkan juga membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat. Edukasi yang difokuskan pada keluarga dan komunitas dinilai penting agar dapat meningkatkan pemahaman tentang ancaman HIV/AIDS,” ujar Musriadi.
Musriadi berharap, seluruh elemen masyarakat Aceh dapat bersatu dalam menekan penyebaran HIV/AIDS demi melindungi generasi muda dari an-caman yang merusak moral dan sosial. “Kolaborasi antara eksekutif, legislatif, ulama, dan masyarakat sangat diperlukan untuk membangun langkah-lang-kah strategis yang holistik dalam menangani perma-salahan sosial ini,” demikian Musriadi.
POJOK
Pemegang kekuasaan diminta menyusun peraturan spesifik untuk mengatasi HIV/AIDS.
Siapa yang meminta, pemerintah juga begitu, ya? Hahaha…
Prosedur Operasional Standar untuk shalat berjamaah di rumah telah dibuat
Penerapannya juga di kantor pemerintahan kan?
Ekspor kelapa bulat meningkat sebesar 146 persen
Ya, ternyata kelapa dari Indonesia sudah seluruhnya diambil alih oleh pembeli dari China.