Dexa
,
Jakarta
– Mendiang
Paus Fransiskus
dikenal sebagai sosok yang meninggalkan kesan kemanapun dia pergi. Beberapa ucapannya terus membekas dalam ingatan publik.
Tempo
menggarisbawahi frasa yang terkait dengan lelaki bernama asli Jorge Mario Bergoglio tersebut setelah kematiannya pada umur 88 tahun pada tanggal 21 April 2025.
Seperti diberitakan
Aljazeera
, salah satu pernyataan terkenal dari Paus Roma muncul ketika ia merespons pertanyaan jurnalis mengenai hubungan sejenis di dalam Gereja Katolik. Diskusi tersebut berlangsung selama sesi tanya jawab yang tidak resmi dengan para jurnalist pada tahun 2013.
Saat itu, Paus sedang berada di pesawat pada perjalanan pulang setelah melakukan kunjungan ke Brasil ketika para jurnalis menanyakannya terkait homoseksualitas. Jawaban Paus Francis tidak serupa dengan sikap paus sebelumnya yang umumnya kurang mendukung kelompok LGBTQ+. “Siapa saya untuk menghakimi?” ujar Francis merespon pertanyaan tersebut.
Sampai saat ini, pidato retoris Fransiskus tetap dilihat oleh sebagian besar masyarakat sebagai tanda arah baru dalam kepemimpinan Vatikan yang lebih terbuka dan inklusif. Namun, ada juga pihak yang memandang pernyataan tersebut sebagai hal yang kontroversial lantaran bertentangan dengan tradisi yang sudah ada.
Dalam percakapan di pesawat tersebut, Paus menerima pertanyaan seputar pemikirannya mengenai eksistensi imam yang heteroseksual dalam Gereja Katolik. Menurut Paus, orang dapat dengan jujur mengejar hubungan spiritual mereka tanpa memandang orientasi seksual. Dia menyatakan: “Apabila seseorang berorientasi seksual tertentu namun ia sungguh-sungguh mencari Tuhan dan bermaksud baik, bagaimana saya boleh menghakiminya?” Seperti dilaporkan oleh francesius.
NDTV
.
Fransiskus menyatakan bahwa dia sudah melakukan penyelidikan tentang tuduhan tersebut sesuai dengan hukum gerejawi Katolik dan tidak mendapatkan temuan apa pun. Menurutnya, homoseksualitas berkaitan erat dengan masalah budi bahaya atau dosa, tetapi bukan merupakan tindakan pidana sepeti pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Dia juga menjelaskan bahwa Tuhan tak cuma mengampuni orang berdosa yang bertobat. Menurut Fransiskus, Tuhan bahkan dapat lupa atas kesalahan tersebut. Oleh karena itu, menurut sang Paus, manusia seharusnya pula tidak memiliki hak untuk mempertahankan dendam.
Paus Fransiskus sebenarnya tidak merombak pandangan resmi Gereja Katolik tentang homoseksualitas sebagai suatu bentuk penyimpangan. Akan tetapi, perkataannya menunjukkan arah di mana Gereja Katolik bergerak menuju menjadi organisasi yang lebih menerima perbedaan dan penuh belas kasihan.
Paus berpendapat bahwa kelompok LGBT seharusnya tidak dipisahkan dari lingkungan sosial mereka. Dia mengatakan, “Kita tak dapat mendiskriminasi atau membuat kelompok ini terpinggirkan. Harus ada penerimaan kembali bagi mereka dalam tengah masyarakat.”
Paus Fransiskus meninggal dunia pada hari Senin, tanggal 21 April 2025 akibat strok dan gangguan jantung. Ia tutup usia di Vatikan sesudah 12 tahun menjabat sebagai pemimpin Gereja Katolik.