.dexandra.online.CO.ID, DAMASKUS – Pemimpin Suriah Ahmad Al-Sharaa dikabarkan bersedia untuk memulai proses normalisasi dalam hal-hubungan diplomatik antara Suriah dan Israel. Hal tersebut ia sampaikan kepada dua wakil Kongres Amerika Serikat yang baru-baru ini berkunjung ke Damaskus.
Pada hari Jumat minggu lalu, dua anggota Kongres Amerika Serikat yaitu Cory Mills dan Marlin Stutzman melakukan kunjungan ke Suriah guna berjumpa dengan beberapa petinggi lokal. Kunjungan ini merupakan yang pertama kalinya wakil-wakil dari Parlemen AS berkunjung ke negeri tersebut sejak runtuhnya pemerintahan Bashar al-Assad pada tanggal 8 Desember 2024.
Menurut laporan
Bloomberg
dilansir
Middle East Monitor
Corry Mills juga pernah bertemu dan berdiskusi dengan Presiden Suriah Ahmed Al-Sharaa. Mantan komandan kelompok oposisi tersebut menyampaikan kepada Mills bahwa pemerintah Suriah bersedia ikut serta dalam Abraham Accords, asalkan terpenuhi syarat-syaratnya.
Seperti dilansir oleh Mills, Al-Sharaa pun siap untuk menjelaskan rincian tentang rencana kehadiran pasukan asing di Suriah serta memberikan jaminan kepada Israel. Hal ini penting karena Israel meragui kepemimpinan Suriah dan telah melakukan protes diplomatik terhadap hal tersebut.
Kepada
Bloomberg
, Mills menyebutkan bahwa ia akan menyerahkan surat dari Al-Sharaa kepada Presiden AS Donald Trump. Ia pun berencana untuk memberi penjelasan tentang perjalanannya ke Damaskus kepada Trump serta Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz.
Mills mengatakan bahwa dia bersikap optimis dan berusaha untuk menjaga komunikasi yang terbuka.
Didanai oleh pemerintah Trump tahun 2019, Perjanjian Abraham berubah menjadi suatu kesepakatan untuk menormalkan hubungan diplomatis dengan Israel, tanda tangannya melibatkan beberapa negara Arab seperti Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Maroko, serta Sudan. Sementara kondisi spesifik yang disebut Sharaa sebagai prasyarat bagi normalisasi belum dijelaskan secara detail, tetapi apabila ini memang benar adanya, kemungkinan besar mencakup tarik mundurnya pasukan Israel dari wilayah Utara Suriah beserta kurangi frekuensi serangan udara mereka ke arah Suriah.

Pada hari Selasa (23/4/2025), otoritas di Suriah sudah melakukan
mengendalikan dua anggota tingkat lanjut dari Brigade al-Quds,
Faksi militernya Organisasi Jihad Islam untuk Palestina (PIJ) mengalami penangkapan tersebut setelah Amerika Serikat berjanji akan mencabut hukuman pembatasan ekonomi asalkan tidak terdapat lagi petarung Palestina yang aktif di Suriah.
Pengepungan tersebut berlangsung beberapa minggu setelah pejabat Amerika Serikat mengajukan delapan tuduhan kepada menteri luar negeri Suriah pada suatu konferensi yang digelar di Brussels, sesuai dengan pelaporan tersebut.
Reuters
Bulan kemarin. Menurut sumber, salah satu ketentuannya adalah untuk tetap berjarak dari kelompok pejuang Palestina yang mendapat dukungan Iran.
Menurut outlet berita
Al Majalla
, AS mendesak pemerintah transit di Suriah dengan tegas untuk menghentikan segala bentuk aktivitas senjata maupun politik yang dilakukan oleh grup-grup Palestina, serta memulangkan para anggotanya guna “mengurangi ketidaknyamanan Israel”.
Permintaan tambahan meliputi pemberian izin bagi Amerika Serikat untuk melakukan operasi anti-terorisme di Suriah terhadap individu-individu yang dipandang berbahaya, mencantumkan Korps Baduy Revolusioner Islam (IRGC) Iran sebagai kelompok teroris, serta mendirikan Tentara Gabungan Suriah tanpa adanya pemimpin asing dalam posisi komandan utama.
Pada hari Selasa, dalam suatu pengumuman resmi, pasukan militer dari PIJ menyampaikan informasi bahwasanya Khaled Khaled, sang kepala cabang organisasi ini di Syria, serta Abu Ali Yasser, pemimpin komite eksekutif mereka di negara tersebut, telah diketahui terkurung selama tujuh puluh dua jam sebelumnya.
(Note: There was an error in translating “lima hari” into hours instead of days as it might have been intended originally.)
Corrected version:
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Selasa, pihak kekuatan bersenjata PIJ melaporkan bahwa Khaled Khaled, Ketua bagian grup itu di Suriah, dan Abu Ali Yasser, Presiden Komite Eksekutifnya di wilayah tersebut, sudah disita oleh otoritas setempat 5 hari lampau.
Pasukan Al-Quds menyebut penahanan tersebut terjadi “tanpa pemberitahuan apapun” dan “secara tak terduga oleh para sahabat kita, yang negerinya telah lama menjadi tempat perlindungan untuk mereka yang setia dan berpendirian teguh”.
Kami secara konsisten telah melawan musuh yang zionis dalam waktu lebih dari satu setengah tahun di wilayah Jalur Gaza tanpa mengenal lelah,” ujarnya. ” Kamilah berharap untuk mendapatkan dukungan serta apresiasi dari saudara-saudara kita yang arab, bukannya hal lain.
Pejabat dari Kementerian Dalam Negeri Suria telah mengonfirmasi penangkapan itu, tetapi enggan memberikan jawaban lebih jauh terhadap pertanyaan seputar alasan dibalik detensinya. Sebuah sumber asal Palestina yang berada di Damaskus pun turut memverifikasi kasus ini.